A. Pengertian Konflik
Menurut Robbins (2002),
konflik adalah suatu proses yang dimulai bila satu pihak merasakan bahwa pihak
lain telah mempengaruhi secara negative atau akan segera mempengaruhi secara
negative pihak lain.
B. Pandangan Tentang
Konflik
Terdapat tiga sudut pandang atau pandangan terhadap konflik
yang terjadi dalam organisasi, antara lain:
1. Pandangan
Tradisional
Pandangan tradisional menyatakan bahwa konflik dipandang
sebagai sesuatu yang jelek, tidak menguntungkan, dan selalu menimbulkan
kerugian dalam organisasi. Oleh karena itu konflik harus dicegah dan dihindari
sebisa mungkin dengan mencari akar permasalahannya (Muhyadi dalam Soetopo,
2010).
2. Pandangan
Hubungan Kemanusiaan (Behavioral)
Pandangan ini menyatakan bahwa konflik merupakan peristiwa
yang wajar dalam semua kelompok organisasi (Robbins, 2002)
Menurut Soetopo (2010), tanpa diciptakan konflik mesti
terjadi dalam organisasi. Atas dasar itu, konflik tidak selamanya merugikan,
tetapi juga menguntungkan. Oleh sebab itu, konflik yang terjadi harus dikelola
dengan baik.
3. Pandangan
Interaksi
Pandangan ini menganggap bahwa konflik dalam organisasi
perlu diciptakan. Konfik bukan hanya suatu kekuatan positif dalam suatu
organisasi tetapi juga diperlukan agar kinerja organisasi lebih efektif.
Selain itu, organisasi yang tenang, harmonis, penuh
kedamaian, maka kondisinya akan menjadi statis dan tidak inovatif. Akibat
selanjutnya adalah organisasi tersebut tidak dapat bersaing untuk maju.
C. Jenis Dan Penyebab
Ditinjau dari segi fungsinya, ada dua jenis konflik, yaitu:
1. Konflik
Konstruktif
Adalah konflik yang memiliki nilai positif bagi pengembangan
organisasi.
2. Konflik Destruktif
Adalah konflik yang memiliki nilai negative bagi organisasi.
Ditinjau dari segi instansionalnya, konflik terbagi menjadi
tiga jenis, antara lain:
1) Konflik kebutuhan individu
dengan peranan dalam organisasi
2) Konflik peranan dengan
peranan
3) Konflik individu dengan
individu lain
Setiap orang memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi,
sehingga sering kali berbenturan dengan peranan yang harus dijalankan dalam
organisasi atau bahkan berbenturan dengan kebutuhan orang yang laiinya.
Ditinjau dari segi materi yang dikonflikkan, terdapat empat
jenis konflik, yaitu:
1. Konflik Tujuan
Konflik jenis ini terjadi jika ada 2 atau lebih tujuan yang
kompetitif atau bahkan kontradiktif.
2. Konflik Peranan
Peranan adalah konsep yang sangat penting dalam organisasi
karena akan membantu memahami perilaku yang diharapkan dari pihak yang
menduduki posisi tertentu dalam organisasi (Suprihanto, 2003). Konflik peranan
timbul karena manusia memiliki lebih dari satu peranan dan setiap peranan tidak
selalu memiliki kepentingan yang sama. Di sisi lain, banyaknya peranan dalam
keseluruhan organisasi semakin membuka peluang munculnya konflik ini.
3. Konflik Nilai
Menurut Milton Rokeach dalam Kreitner (2005), nilai adalah
kepercayaan yang bertahan lama di mana model sikap khusus atau sifat-akhir
eksistensi secara pribadi atau secara social lebih disukai daripada model sikap
yang seballiknya atau yang bertentangan dengan sifat akhir eksistensi.
Konflik nilai muncul karena pada dasarnya nilai yang
dimiliki setiap individu dan nilai yang dijunjung tinggi antar-organisasi tidak
sama.
4. Konflik Kebijakan
Dapat terjadi karena adanya ketidaksetujuan individu atau
kelompok terhadap kebijakan yang disampaikan oleh pihak tertentu (Soetopo,
2010).
D. Proses Konflik
Menurut Robbins (2008), proses konflik dapat dipahami
sebagai sebuah proses yang terdiri atas lima tahapan: potensi pertentangan atau
ketidakselarasan, kognisi dan personalisasi, maksud, perilaku, dan akibat.
TAHAP I : POTENSI PERTENTANGAN DAN KETIDAKSELARASAN
Tahap pertama adalah munculnya kondisi yang member peluang
terciptanya konflik. Kondisi-kondisi tersebut juga bisa dianggap sebagai sebab
atau sumber konflik. Kategori umumnya antara lain :
- Komunikasi
- Strukur
- variabel-variabel
pribadi
TAHAP II : KOGNISI DAN PERSONALISASI
Tahap ini penting karena dalam tahap inilah biasanya isu-isu
konflik didefinisikan. Pada tahap ini pula para pihak memutuskan konflik itu
tentang apa.
Konflik yang dipersepsi adalah kesadaran oleh satu atau
lebih pihak akan adanya kondisi-kondisi yang menciptakan peluang munculnya
konflik.
Konflik yang dirasakan adalah keterlibatan dalam sebuah
konflik yang menciptakan kecemasan, ketegangan, frustasi atau rasa bermusuhan.
TAHAP III : MAKSUD
Maksud adalah keputusan untuk bertindak dengan cara
tertentu. Banyak konflik semakin rumit karena salah satu pihak salah dalam
memahami maksud pihak lain.
Di sisi lain, biasanya ada perbedaan yang besar antara
maksud dan perilaku, sehingga perilaku tidak selalu mencerminkan secara akurat
maksud seseorang.
TAHAP IV : PERILAKU
Pada tahap inilah konflik mulai terlihat jelas. Tahap
perilaku ini meliputi pernyataan, aksi, dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak
yang berkonflik. Perilaku konflik ini biasanya merupakan upaya untuk
menyampaikan maksud dari masing-masing pihak.
TAHAP V : AKIBAT
Jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik
menghasilkan konsekuensi. Konsekuensi atau akibat ini bisa saja
bersifat fungsional atau disfungsional. Dikatakan bersifat fungsional ketika
konflik tersebut justru menghasilkan perbaikan kinerja kelompok, sedangkan
disfungsional adalah ketika konflik tersebut menjadi penghambat kinerja
kelompok.
E. Negosiasi
Negosiasi menurut Ivancevich (2007) sebuah proses di mana
dua pihak ( atau lebih ) yang berbeda pendapat berusaha mencapai kesepakatan.
F. Strategi Negosiasi
1. Negosiasi Menang-Kalah
( Win-Lose )
Pandangan klasik menyatakan bahwa negosiasi terjadi dalam
bentuk sebuah permainan yang nilai totalnya adalah nol ( zero sum game ).
Artinya apapun yang terjadi dalam negosiasi pastilah salah satu
pihak akan menang, sedangkan pihak yang lainnya kalah, atau biasa dikenal
dengan pendekatan distributif (ivancevich,2007).
2. Negosiasi
Menang-Menang ( Win-Win )
Pendekatan yang sama-sama menguntungkan, atau pendekatan
integratif , dalam bernegosiasi memberikan cara pandang yang berbeda dalam
proses negosiasi. Negosiasi menang-menang adalah pendekatan penjumlahan
positif. Situasi –situasi penjumlahan positif adalah pendekatan di mana
setiap pihak mendapatkan keuntungan tanpa harus merugikan pihak lain (
Ivancevich, 2007).
Dalam konteks organisasi, negosiasi dapat terjadi antara dua
orang ( seperti antara atasan dengan bawahan dalam menentukan tanggal
penyelesaian proyek yang dilimpahkan kepada bawahan), dalam satu kelompok (
seperti pada kebanyakan proses pengambilan keputusan dalam kelompok),
antarkelompok ( seperti yang terjadi antara departemen pembelian dan penyedia
material mengenai harga, kualitas, atau tanggal pengiriman), melalui internet (
Ivancevich, 2007)
G. Proses Negosiasi
Robbins (2008) menjelaskan tahap-tahap negosiasi sebagai
berikut:
1. Persiapan dan
perencanaan :sebelum bernegosiasi perlu mengetahui apa tujuan dari Anda
bernegosiasi dan memprediksi rentangan hasil yang mungkin diperoleh dari
“paling baik” hingga “paling minimum bisa diterima”.
2. Penentuan aturan
dasar: begitu selesai melakukan perencanaan dan menyusun strategi, selanjutnya
mulai menentukan aturan-aturan dan prosedur dasar dengan pihak lain untuk
negosiasi itu sendiri. Siapa yang akan melakukan perundingan? Di mana
perundingan akan dilangsungkan? Kendala waktu apa, jika ada , yang mungkin akan
muncul? Pada persoalan-persoalan apa saja negosiasi dibatasi? Adakah prosedur
khusus yang harus diikuti jika menemui jalan buntu? Dalam fase ini, para pihak
juga akan bertukar proposal atau tuntutan awal mereka.
3. Klarifikasi dan
justifikasi: ketika posisis awal sudah saling dipertukarkan, baik pihak pertama
maupun kedua akan memaparkan, menguatkan, mengklarifikasi, mempertahankan, dan
menjustifikasi tuntutan awal.
4. Penutupan dan
implementasi : tahap akhir dalam negosiasi adalah memformalkan kesepakatan yang
telah dibuat serta menyusun prosedur yang diperlukan untuk implementasi dan
pengawasan pelaksanaan.
H. Negosiasi Menggunakan
Pihak Ketiga
Pihak ketiga dilibatkan saat pihak-pihak yang bernegosiasi
mengalami jalan buntu,adakalanya pihak ketiga sengaja dilibatkan sejak awal
proses negosiasi. Dalam keadaan apapun, negosiasi yang melibatkan pihak ketiga
semakin banyak digunakan.
Ivancevich( 2007: 63) salah
satu tipologi menyebutkan setidaknya terdapat empat macam intervensi pihak
ketiga yang mendasar:
1. Mediasi adalah situasi
di mana pihak ketiga yang netral menggunakan penalaran, pemberian usulan, dan
persuasi dalam kapasitasnya sebagai fasilitator. Para mediator ini
memfasilitasi penyelesaian masalah dengan mempengaruhi bagaimana pihak-pihak
yang terlibat dalam negosiasi berinteraksi. Para mediator tidak memiliki
otoritas yang mengikat, pihak-pihak yang terlibat bebas mengacuhkan usaha
mediasi ataupun rekomendasi yang dibuat oleh pihak ketiga
2. Arbitrase adalah
situasi di mana pihak ketiga memiliki wewenang memaksa terjadinya kesepakatan.
Robbins ( 2008 ) kelebihan arbitrase dibanding mediasi adalah bahwa arbitrase
selalu menghasilkan penyelesaian.
3. Konsiliasi adalah
seseorang yang dipercaya oleh kedua pihak dan bertugas menjembatani proses
komunikasi pihak-pihak yang bersitegang. Seorang konsiliator tidak memiliki
kekuasaan formal untuk mempengaruhi hasil akhir negosiasi seperti seorang
mediator.
4. Konsultasi adalah
situasi di mana pihak ketiga, yang terlatih dalam isu konflik dan memiliki
keterampilan penyelesaian konflik, berupaya memfasilitasi pemecahan
permasalahan dengan lebih memusatkan hubungan antarpihak ketimbang isu-isu yang
substantif.
I. Strategi Manajemen Konflik
Strategi manjemen konflik diterapkan untuk menjadikan
konflik dan pemecahannya sebagai pendinamisasi dan pengoptimalan pencapaian
tujuan organisasi. Gordon , Miftah ( dalam Sopiah, 2008)
mengemukakan secara umum bahwa strategi manajemen konflik adalah sebagai
berikut:
1. Strategi Menang-Kalah
Strategi ini ada kalanya pihak tertentu menggunakan wewenang
atau kekuasaan untuk memenangkan/menekan pihak lain.
2. Strategi Kalah-Kalah
Strategi ini dapat berupa kompromi, di mana kedua belah
pihak berkorban untuk kepentingan bersama.
3. Strategi Menang-Menang
Konflik dipecahkan melalui metode problem solving. Metode
ini dianggap paling baik karena tidak ada pihak yang dirugikan. Scmuck (1976)
menunjukkan bahwa: (1) Metode pemecahan masalah mempunyai hubungan positif
dengan manajemen konflik yang efektif, (2) pemecahan masalah banyak
dipergunakan oleh pihak-pihak yang memiliki kekuasaan tetapi lebih suka bekerja
sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar